By Ann Wells ( Los Angeles Times)
Kakak iparku membuka laci lemari pakaian kakakku yang paling bawah,
lalu mengambil sesuatu terbungkus tissue putih dan mengulurkannya
kepadaku sambil berkata: “Ini pakaian dalam yang sangat spesial.”
Kubuka bungkusan itu, dan kutemukan sebuah pakaian dalam yang sangat
menawan, lembut, terbuat dari sutera, disulam tangan, dengan tali sangat lembut.
Tag harga masih tertempel, dengan kode-kode penjualannya yang rumit.menawan, lembut, terbuat dari sutera, disulam tangan, dengan tali sangat lembut.
“Jane membelinya 8 atau 9 tahun yang lalu, dan belum pernah memakainya.
Katanya ia ingin memakainya untuk suatu kesempatan yang sangat istimewa.
Yah, rasanya inilah hari yang istimewa itu,” kata kakak iparku lemah.
Ia mengambil pakaian dalam itu dari tanganku, dan meletakkannya di atas tempat tidur,
bersama dengan pakaian lainnya yang kami persiapkan untuk dibawa ke rumah duka.
Ia memegang pakaian dalam itu sejenak, dan dengan tiba-tiba ia menutup laci tersebut
keras-keras sambil berkata keras padaku:
“Jangan pernah menyimpan sesuatu yang istimewa untuk kesempatan istimewa.
Hidupmu tiap hari adalah istimewa.”
Aku terus ingat kata-kata tersebut sepanjang upacara pemakaman
dan hari-hari sesudahnya. Saya membantu dia dan keponakan-keponakan saya
untuk melewati hari-hari berkabung setelah kematian kakakku yang mendadak.
Aku juga terus memikirkan mereka sepanjang penerbanganku kembali
ke California dari kota Midwestern di mana kakakku tinggal.
Aku juga memikirkan hal-hal yang belum sempat didengar,
dilihat atau dikerjakan oleh almarhum kakakku.
Aku juga memikirkan hal-hal yang sudah ia kerjakan tanpa menyadari
bahwa hal-hal tersebut sungguh sangat spesial. Aku terus memikirkan kata-kata
kakak iparku, dan sepertinya kata-kata yang ia ucapkan saat hatinya
penuh duka tersebut telah mengubah hidupku.
Mendadak sepertinya aku telah membaca sedemikian banyak buku tetang kehidupan.
Aku lalu memandang ke luar jendela dan menikmati pemandangan udara yang indah,
tanpa pusing lagi memikirkan bagaimana kebun kesayanganku
yang telah kutinggal pergi beberapa hari.
Sesampainya di rumahku sendiri, aku lalu menyempatkan diri
untuk lebih banyak berkumpul dengan keluargaku dan teman-temanku,
dan langsung mengurangi kegiatan rapat-rapatku.
Apabila diperlukan, hidup ini semestinya dipenuhi pola-pola
untuk pengalaman tentang kenikmatan, dan bukan pertahanan serta beban.
Sekarang saya mencoba untuk memperhitungkan waktu
dengan lebih teliti dan mensyukurinya.
Aku tidak “menyimpan” sesuatu. Kami bahkan menggunakan chinawares
(piring-piring buatan cina) dan koleksi kristal kami setiap hari,
tanpa menunggu ada pesta, ada tamu atau lainnya.
Ketika kami kehilangan uang, ketika kran air bocor,
ketika bunga camelia kami mekar, adalah saat-saat yang kami istimewakan.
Saya pergi ke pasar memakai pakaian yang indah, jika memang sedang ingin.
Semua kami lakukan tanpa rasa sayang yang berlebihan terhadap barang-barang tersebut.
Teorinya, kalau saya kelihatan lebih berada daripada orang-orang di sekitarku,
saya juga akan menjadi tidak pelit terhadap diriku sendiri.
Saya tidak hanya memakai parfum kalau pergi ke pesta.
Pelayan di toko bangunan, tukang sayur di pasar, teller di bank,
dan teman-temanku di pesta, memiliki hidung yang berfungsi sama.
Kata-kata “suatu hari kelak” ataupun “hari-hari ini”, mempunyai
makna yang sama bagi saya. Jika ada hal-hal yang layak didengar,
ditonton, dibaca atau dikerjakan, saya akan berusaha mendengar,
menonton, membaca atau mengerjakannya sekarang juga.
Saya tidak tahu apa kira-kira yang akan almarhum kakakku lakukan, apabila
ia tahu bahwa keesokan harinya (”besok” adalah kata-kata yang tidak
pernah kita bayangkan akan tidak terjadi) ia sudah tidak akan ada lagi di dunia ini.
Mungkin ia akan menelpon seluruh keluarganya dan beberapa
teman dekatnya, mungkin ia akan menelpon teman-teman lamanya
dan meminta maaf akan kesalahan-kesalahan yang ia lakukan di masa lalu.
Saya bahkan juga membayangkan bahwa ia justru akan pergi ke sebuah
restoran cina yang sangat ia sukai.
Tapi semua itu hanya perkiraanku saja. Kita tidak pernah tahu.
Hal-hal tersebut pasti akan membuat saya marah bila belum dapat saya
lakukan padahal saya tidak memiliki waktu lagi.
Marah karena selama ini saya selalu menunda pertemuan-pertemuan
dengan teman-teman baik saya, meskipun Saya sangat ingin berjumpa dengan mereka.
Marah, karena selama ini saya jarang membalas surat-surat yang saya terima.
Marah dan menyesal karena selama ini saya jarang sekali mengatakan
pada isteri dan anak-anakku, betapa Saya menyayangi mereka.
Kini saya selalu mengusahakan untuk tidak menunda atau menahan
hal-hal yang sekiranya akan menambah keceriaan, kesulitan
atau kesedihan dalam hidup ini, yang akan membuat saya tertawa.
Dan setiap pagi, begitu saya membuka mata, saya katakan pada diri saya sendiri,
bahwa hari itu adalah hari yang spesial.
Setiap hari, setiap menit, setiap nafas, adalah benar-benar anugerah
yang indah dari Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar